daqu.or.id
“Mengeluh itu sifat terlemah dari manusia”, tandasnya. Dia berjalan ditopang tongkat. Jika pergi jauh, ia naik motor yang sudah dimodifikasi jadi roda tiga. Kekurangan pada dirinya ia syukuri, sehingga melahirkan prasangka positif. Pikirannya luas dan kreatif untuk mencari nafkah hidup. Dia membuat kerupuk singkong yang dijajakan dari kantor ke kantor.

Hasilnya, ia dapat menafkahi anak dan istrinya dengan cara dan jalan terhormat. Bahkan ia mampu memberi pekerjaan orang lain.



Beda jam setelah berguru kehidupan dengan sosok hebat itu, saya bersua sahabat yang mengeluh karena gajinya Rp 3 juta.

(+) Lho.. gaji Rp 3 juta kurang…?

(-) Iya nih, sekarang sudah berkeluarga, butuh ini dan itu, susu anak, bayar cicilan motor, bayar kontrakan rumah, listrik dll.

(+) Wah kamu nih, kayaknya bukan gajinya deh yang kurang, tapi syukurnya yang kurang, makanya jadi rasanya kurang terus.

Dia mengaku perlu Rp 6 juta untuk dapat hidup cukup. Saya tak mampu berbagi kata dengannya. Karena rasa malu pada diri sendiri begitu kentara.

Betapa kita tidak pernah mau bersyukur, dengan apa yang kita terima hari ini. Saya masih ingat, dulu ia mengeluh punya gaji Rp 1,5 juta dan ingin Rp 3 juta.

Ketika Allah kabulkan keinginannya itu, sekali lagi saya mendengar dia masih mengeluh. Bahkan pada saat mulai masuk kerja pertama kali, gajinya hanya Rp 300 ribu sebagai penjaga malam. Saya ingat, dulu dia tak mengeluh dengan Rp 300 ribu itu.

Saya jadi ingat ayat Allah, “Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia menjadi kikir. Kecuali orang orang yang melaksanakan sholatnya dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan dan orang-orang yang takut terhadap azab tuhannya”. (Al Maarij [70:, 19-27).

Ternyata Allah sudah memberikan gambaran kepada kita karakter asli manusia. Bahkan, tatkala keluhan itu terjawab dengan karunia kenikmatan (harta), kecenderungan manusia menjadi kikir. Begitu banyak hikayat orang menjadi sombong, bahil dan kufur terhadap nikmat yang telah diberikan Allah.

Dari jaman Musa Firaun, Qorun, Abu Lahab, Abu Jahl, hingga saat ini. Saat kita merasa kekurangan, miskin atau tidak mampu dalam hal harta dan kekuasaan, kerap kita berdoa minta harta cukup dan jabatan yang pantas.

Setelah semua itu terpenuhi, ternyata tidak cukup memuaskan karena tumbuh keinginan-keinginan baru yang ingin dicapainya. Sungguh, jika tabiat mengeluh ini terus dipupuk, sangat membahayakan kehidupan kita di dunia dan akhirat. Maka, mari bersyukur atas apapun yang kita terima hari ini. Dalam kondisi sulit sekalipun. Wallahu’alam

0 komentar:

Post a Comment

Tulis komentar anda disini...

 
Top