Ilustrasi. (Foto: okezone)
Ilustrasi. (Foto: okezone)
JAKARTA - Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono menilai kinerja Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak profesional.

"Semestinya BPKP hanya bertugas mengaudit atau menghitung bukan justru menentukan nilai kerugian. Jika begitu BKPK telah melakukan vonis," imbuh Dosen Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (8/4/2013).


Menurutnya, laporan BPKP tidak sinkron dengan pemeriksaan tahunan Kemekominfo mengenai BHP Frekuensi menunjukkan bahwa BPKP bersikap double standard dan tidak konsisten.

"Sikap BPKP double standard. Karena itu patut dianggap  sikap BPKP menciderai muka sendiri," ujarnya singkat.

Sekadar informasi, sidang gugatan Indosat dan Indar Atmanto, mantan Direktur Utama Indosat Mega Media (IM2), atas BPKP di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN, kembali digelar hari ini. Sidang kali ini menghadirkan saksi ahli dari pihak tergugat maupun pihak penggugat.

BRTI pun menilai tuduhan penyalahgunaan alokasi frekuensi pada pita 2.1GHz dan penetapan tersangka atas Direktur Utama IM2 Indar Atmanto menunjukkan bahwa pihak penyidik Kejaksaan tidak memahami konteks telekomunikasi. Dia menilai Kejaksaan Agung cenderung memaksakan diri untuk menjadikan kasus IM2 sebagai kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara.

Pengacara Indosat Erick S Paat menyatakan, ada dua poin utama yang sangat melemahkan BPKP. Di antaranya BPKP dalam melakukan audit tidak memakai standar perencanaan program kerja.

"Mereka (BPKP) bekerja hanya bergantung individu masing-masing, tergantung pribadi auditornya sehingga tidak ada kepastian. Ini sangat berbahaya karena sudah tidak objektif dan sudah tidak lagi independen karena tergantung permintaan," cetus Erick.
Enhanced by Zemanta

0 komentar:

Post a Comment

Tulis komentar anda disini...

 
Top