Yogyakarta
(ANTARA News) - Pengamat perminyakan mengatakan, pengelolaan kekayaan
negara khususnya minyak dan gas harus diserahkan kepada PT Pertamina
sebagai perusahaan negara, bukan lembaga lain seperti Satuan Kerja
Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi.
"Harus perusahaan negara yang mengelola dalam hal ini PT.Pertamina. Kalau lembaga pemerintah tentu tidak bisa efektif menjual minyak sehingga kemudian justru akan kembali menunjuk 'orang lain' (perusahan asing)," kata pengamat perminyakan, Kurtubi, dalam Konferensi Guru Besar Indonesia (KGBI) ke 5 di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, apabila minyak dan gas dapat dikelola oleh perusahaan negara maka kontrak karya terhadap beberapa perusahaan asing memiliki kemungkinan besar tidak akan berkelanjutan.
"Kalau yang mengelola lembaga negara sendiri, (kontrak karya) rentan akan diperpanjang lagi sebab tidak dapat mengelola serta melanjutkan operasi produksi sendiri," katanya.
Dengan demikian, apabila kedepan kekayaan minyak dan gas bumi tetap dikelola oleh SKK Migas sebagai lembaga pemerintah maka bangsa Indonesia dikhawatirkan akan kehilangan kesempatan untuk menuai kekayaan negara secara optimal.
Selain itu, dengan pengelolaan migas secara mandiri oleh perusahaan negara, kedaulatan negara atas sumber daya alamnya akan lebih diperhitungkan.
"Perusaahan asing British Petroleum (BP) bahkan telah seenaknya mengagunkan cadangan yang ada di perut bumi yang merupakan milik negara untuk mengembangkan lapangannya,"katanya.
Oleh sebab itu, menurut dia, ia selalu menekankan untuk menghapus UU Migas yang berlaku saat ini menjadi UU Migas yang baru, serta mengalihkan tugas SKK Migas ke PT. Pertamina.
Menurut dia, apabila seluruh kekayaan sumber daya alam (SDA) meliputi minyak, gas, serta tambang dapat dikelola sendiri sesuai dengan pasal 33 UUD 1945, maka pendapatan Indonesia mencapai Rp5.600 triliun per tahun atau tiga kali lipat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini.
"Harus perusahaan negara yang mengelola dalam hal ini PT.Pertamina. Kalau lembaga pemerintah tentu tidak bisa efektif menjual minyak sehingga kemudian justru akan kembali menunjuk 'orang lain' (perusahan asing)," kata pengamat perminyakan, Kurtubi, dalam Konferensi Guru Besar Indonesia (KGBI) ke 5 di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, apabila minyak dan gas dapat dikelola oleh perusahaan negara maka kontrak karya terhadap beberapa perusahaan asing memiliki kemungkinan besar tidak akan berkelanjutan.
"Kalau yang mengelola lembaga negara sendiri, (kontrak karya) rentan akan diperpanjang lagi sebab tidak dapat mengelola serta melanjutkan operasi produksi sendiri," katanya.
Dengan demikian, apabila kedepan kekayaan minyak dan gas bumi tetap dikelola oleh SKK Migas sebagai lembaga pemerintah maka bangsa Indonesia dikhawatirkan akan kehilangan kesempatan untuk menuai kekayaan negara secara optimal.
Selain itu, dengan pengelolaan migas secara mandiri oleh perusahaan negara, kedaulatan negara atas sumber daya alamnya akan lebih diperhitungkan.
"Perusaahan asing British Petroleum (BP) bahkan telah seenaknya mengagunkan cadangan yang ada di perut bumi yang merupakan milik negara untuk mengembangkan lapangannya,"katanya.
Oleh sebab itu, menurut dia, ia selalu menekankan untuk menghapus UU Migas yang berlaku saat ini menjadi UU Migas yang baru, serta mengalihkan tugas SKK Migas ke PT. Pertamina.
Menurut dia, apabila seluruh kekayaan sumber daya alam (SDA) meliputi minyak, gas, serta tambang dapat dikelola sendiri sesuai dengan pasal 33 UUD 1945, maka pendapatan Indonesia mencapai Rp5.600 triliun per tahun atau tiga kali lipat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini.
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © 2013ANTARA News
0 komentar:
Post a Comment
Tulis komentar anda disini...