Kueh Tradisional Unik (Photo credit: Wikipedia)
RAZALI RITONGA Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI
Angka pengangguran di Tanah Air terutama da- lam beberapa tahun ter- akhir menunjukkan pe- nurunan. Dalam tiga ta hun terakhir ini, mi- salnya, angka pengangguran turun dari 7,41 persen pada Februari 2010 menjadi 6,80 persen pada Februari 2011, kemudi- an turun lagi menjadi 6,32 persen pada Februari 2012 dan 5,92 persen pada Feb- ruari 2013 (BPS, 2013).
Namun, penurunan angka pengang- guran selama tiga tahun itu menunjuk- kan adanya perlambatan. Ini sekaligus mengisyaratkan bahwa kesempatan ker- ja menuju ke titik jenuh. Maka, untuk mengatasi perlambatan itu, tampaknya diperlukan upaya lain, antara lain, de- ngan mendorong kewirausahaan. Pertim- bangan ini didasarkan pada kenyataan bahwa masih cukup ruang untuk mening- katkan kewirausahaan di Tanah Air.
Terbukanya ruang untuk mengem- bangkan kewirausahaan itu tecermin dari rendahnya capaian peringkat indeks ke- wirausahaan di Tanah Air dibandingkan negara-negara lain yang telah menga- lami kemajuan di bidang kewirausahaan.
Laporan The Global Entrepreneurship and Development Index 2013, misal nya, menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-76 dari 118 negara.
Di kawasan Asia Tenggara, peringkat Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, Brunei, dan Thailand. Ada- pun peringkat Singapura berada di posisi ke-13, Malaysia ke-56, Brunei ke-63, dan Thailand ke-64 dari 118 negara.
Ukuran kemajuan Secara faktual, upaya untuk mengem- bangkan kewirausahaan bukan hanya untuk memperluas kesempatan kerja tapi juga untuk meraih kemajuan bang- sa. Selama ini kewirausahaan berjalan seiring dengan kemajuan suatu bangsa atau negara. Keterkaitan antara kewirau- sahaan dan kemajuan bangsa itu antara lain diungkapkan oleh Porter (2002), yak- ni dengan membagi tiga tahapan kema- juan negara; pada tahap pertama faktor pendorong, tahap kedua faktor efi siensi, dan tahap ketiga faktor inovasi.
Tahap pertama ditandai dengan pro- porsi penduduk yang besar bekerja sendi- ri di sektor pertanian. Pada tahap ini pro- duk yang dihasilkan umumnya memiliki nilai tambah yang rendah.
Sementara, tahap kedua dicerminkan dengan berkurangnya proporsi penduduk yang bekerja sendiri di sektor pertanian dan beralih ke sektor lainnya, terutama industri dan jasa. Pada tahap ini produk- tivitas pekerja memiliki peran vital se- hingga diperlukan efi siensi, antara lain, melalui aplikasi teknologi. Dengan cara demikian nilai tambah produk yang di- hasilkan akan meningkat.
Selanjutnya, tahap ketiga direfl eksi- kan dengan meningkatnya kegiatan yang dilakukan secara mandiri. Pada tahap ini pengetahuan amat penting untuk meng- hasilkan produk baru sebagai wujud dari inovasi sehingga menghasilkan nilai tam- bah yang semakin tinggi.
Maka, dengan mencermati ketiga tahap itu, tampak bahwa inovasi memi- liki peran penting untuk meraih kema- juan bangsa atau negara. Adapun inova- si itu banyak dijalankan oleh wirausaha, antara lain, dengan menghasilkan produk baru, dan cara pemasaran baru.
Dengan demikian, semakin besar pro- porsi penduduk yang bekerja sebagai wirausaha di suatu negara mencirikan semakin maju negara itu. Pada tahap pertama, kegiatan inovasi itu sekitar 5 persen, tahap kedua sebesar 10 persen, dan tahap ketiga sebesar 30 persen (Acs.
et.al, 2009).
Sejumlah persyaratan Potensi untuk meningkatkan kewi- rausahaan itu terutama diharapkan da- tang dari lulusan perguruan tinggi. Se- bab, mereka telah memiliki pengetahuan yang cukup luas untuk melakukan inova- si, baik dalam desain produk baru, ma- najemen baru, dan cara pemasaran baru.
Namun, hal itu memang tidak mu- dah dilakukan karena lulusan perguruan tinggi tidak cukup dibekali pengetahuan untuk berinovasi. Maka, tak heran jika mayoritas lulusan perguruan tinggi ber- harap dapat memperoleh pekerjaan dan bukan menciptakan pekerjaan.
Mereka yang tidak memperoleh pe- kerjaan terpaksa menganggur. Ber- dasarkan hasil Survei Angkatan Ker- ja Na sio nal Februari 2013, diperoleh catatan bahwa sekitar 5,65 persen pen- duduk berpendidikan diploma dan seki- tar 5,04 persen penduduk berpendidikan universitas berstatus sebagai pengang- gur (BPS, 2013).
Cukup banyaknya penganggur terdi- dik itu merupakan potensi yang hilang (potential loss) dalam perolehan penda- patan untuk meningkatkan pertumbuh- an ekonomi. Bahkan, potensi yang hi lang itu kian bertambah jika dimasukkan bia- ya yang dikeluarkan pemerintah untuk penyelenggaraan pendidikan mereka.
Sebenarnya, potensi yang hilang itu bisa menjadi potensi yang menguntung- kan jika seandainya mereka dibekali berbagai ilmu pengetahuan untuk men- jalankan kewirausahaan. Smith dan Pe- tersen (2006) menjelaskan bahwa jiwa kewirausahaan dapat didorong melalui pendidikan untuk meningkatkan penge- tahuan, skills, dan motivasi dengan orien- tasi memulai usaha baru, dan memperke- nalkan produk atau jasa baru.
Selain menambah pengetahuan ten- tang berwirausaha, pemerintah juga per- lu memberikan faktor kemudahan dalam menjalankan kewirausahaan, seperti su- rat izin mendirikan usaha, kredit per- modalan, infrastruktur, dan pembebasan pungutan liar. Pemberian surat izin yang lama dan proses yang rumit, infrastruktur yang kurang memadai, peraturan daerah yang beragam, serta pungutan liar yang marak akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi. Padahal, salah satu faktor pen ting untuk menuju tahapan akhir kemajuan bangsa yang berlandaskan inovasi ada- lah efi siensi seperti yang diungkapkan Acs et al (2009).
Berbagai upaya kiranya diperlukan guna pengembangan kewirausahaan di Tanah Air. Sebab, pengembangan ke- wirausahaan itu tidak hanya untuk meng atasi sempitnya kesempatan kerja, tapi juga untuk meraih kemajuan bang- sa. Eloknya, pengembangan kewirau- sahaan itu sejalan dengan prinsip glo- balisasi yang mengedepankan daya saing yang berlandaskan pada inovasi sebagai faktor mendasar kewirausahaan.
0 komentar:
Post a Comment
Tulis komentar anda disini...