Dodi Setiawan, tukang rumput di Banyumas yang dituduh membunuh Santi Maulina empat tahun lalu, kini terancam menjadi buron jika tak memenuhi panggilan eksekusi Kejaksaan Negeri Purwokerto esok Selasa, 7 Mei 2013.

“Kejaksaan telah memanggil Dodi secara patut sebanyak empat kali. Maka jika pada panggilan keempat besok Dodi tidak hadir, pihak Kejaksaan Negeri Purwokerto akan memasukkan Dodi Setiawan ke DPO atau Daftar Pencarian Orang (buron),” kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Purwokerto, Zaenal, Senin 6 Mei 2013.



Kejari Purwokerto awalnya memvonis Dodi 10 tahun penjara dengan perintah penahanan. Namun, Dodi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi melalui bantuan pengacara yang ditunjuk polisi. Hasilnya, Pengadilan Tinggi memvonis Dodi 8 tahun penjara tanpa perintah penahanan tercantum dalam surat putusan. Yakin tak bersalah, Dodi mengajukan kasasi lagi ke Mahkamah Agung, namun ditolak MA.

Kejaksaan tak mau menjelaskan kenapa mereka melakukan eksekusi terhadap Dodi, padahal dalam salinan putusan tidak tertulis perintah penahanan terhadap yang bersangkutan. Hal serupa juga terjadi pada Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, di mana awalnya mantan Kabareskrim Polri itu menolak dijebloskan ke penjara karena tidak ada perintah penahanan di surat putusannya sesuai ketentuan Pasal 197 ayat 1 huruf K KUHAP.

Kasus yang menjerat Dodi bermula dari peristiwa pembunuhan terhadap Santi Maulina, siswi SMP asal Desa Baseh, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah, empat tahun lalu. Santi ditemukan tewas sekitar 3 kilometer dari rumah Dodi di Grumbul Windusari, Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas. Polisi kemudian menangkap Dodi.

Dodi disiksa dan dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan terhadap Santi. Selama 15 hari sejak ditangkap polisi empat tahun silam, Dodi tidak dapat ditemui siapapun, termasuk keluarga dan pengacara bantuan yang ditunjuk pihak kepolisian. Kondisi Dodi saat itu diketahui babak belur akibat disiksa aparat kepolisian.

Selanjutnya karena tidak cukup bukti bahwa Dodi melakukan pembunuhan terhadap Santi padahal masa penahanan Dodi habis, dan kejaksaan menolak berkas perkara Dodi yang tidak lengkap, maka polisi ahirnya membebaskan Dodi. Kasus pun berhenti.

Namun setahun kemudian, keluarga Santi menuntut pengungkapan kasus pembunuhan Santi. Berkas perkara Dodi yang tidak lengkap di tangan kepolisian ahirnya diambil alih oleh pihak Kejaksaan Negeri Purwokerto. Ketika berkasnya diambil alih Kejari Purwokerto inilah, Dodi melakukan aksi sumpah pocong di hadapan warga.

Persidangan terhadap Dodi akhirnya digelar setelah Kejari Purwokerto melengkapi berkas Dodi. Dodi kemudian divonis 10 tahun penjara dengan perintah penahanan. Melalui bantuan pengacara yang ditunjuk polisi, Dodi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dan berakhir dengan putusan 8 tahun penjara tanpa ada perintah penahanan.
Kini sebagai upaya terakhir, Dodi yang hanya lulusan kelas 2 SD itu mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Presiden SBY agar dapat memberikan perlindungan hukum kepada rakyatnya yang miskin dan tidak berdaya melawan penegakan hukum yang amburadul di Indonesia,” kata pengacara Dodi, Djoko Susanto. - VIVAnews
Enhanced by Zemanta

0 komentar:

Post a Comment

Tulis komentar anda disini...

 
Top